PANJANG badan 19,66 meter dan rentang sayap 28,96 meter dilengkapi dua mesin Pratt & Whitney berbobot 8.030 kilogram, serta mampu terbang dengan kecepatan maksimum 346 kilometer per jam menjadi ciri khas Dakota C47-Seulawah RI 001.
Pesawat ini merupakan sumbangan masyarakat Aceh yang sekaligus menjadi cikal bakal penerbangan nasional, Garuda Indonesia Airways.
Pembelian pesawat ini berawal dari kunjungan Presiden Indonesia, Ir. Soekarno ke Aceh pada 16 Juni 1948 hingga 20 Juni 1948. Selama tiga hari, tokoh proklamator Indonesia itu menjumpai para saudagar Aceh yang tergabung dalam Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh atau Gasida.
Selain menjumpai saudagar-saudagar Aceh, Soekarno juga mengharapkan rakyat Aceh membantu perjuangan Indonesia agar diakui dunia secara de facto dan de jure.
Presiden Soekarno berhasil membangkitkan patriotisme rakyat Aceh. Melalui sebuah kepanitiaan yang diketuai Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsji, berhasil dikumpulkan sumbangan dari rakyat Aceh setara dengan 20 kilo gram emas.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001 Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
RI-001 Seulawah pertama kali diregistrasikan di Birma (Myanmar). Saat itu, Pemerintah Birma sedang menghadapi pemberontakan dalam negeri. Selesai mendapat perawatan di Calcutta, India, RI-001 Seulawah diterbangkan menuju Ranggon, Burma.
Pada 26 Januari 1949 pesawat ini langsung mendapat tugas penerbangan sebagai pesawat carteran dan terlibat dalam berbagai misi operasi militer di negara tersebut.
Kegiatan usaha carter pesawat tersebut dilembagakan dan menjadi satu perusahaan penerbangan yang diberi nama Indonesian Airways. Inilah perusahaan penerbangan pertama milik Indonesia yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi Garuda Indonesia Airways.
Selain sebagai pesawat angkut pertama milik Indonesia, Seulawah RI-001 juga sempat menjalani tugas rahasia menyelundupkan senjata, amunisi dan alat komunikasi dari Burma ke Aceh, dengan satu kode melalui pesan radio .pintu rumah Blangkejren sudah selesai tetapi membawa minuman sendiri.. yang diterima pimpinan Seulawah RI-001, Opsir Udara (OU) Wiweko Soepono.
Itu artinya, bahwa senjata sudah siap diangkut dan mendarat di Blang Bintang dengan membawa bensin udara sendiri.
Misi rahasia yang dipimpin Wiweko Soepono ini berhasil sukses. Seulawah mendarat mulus pada malam hari di Blang Padang dengan panduan cahaya obor dan lampu mobil ke landasan.
Peristiwa penting ini terjadi pada 8 Juni 1949. senjata yang diselundupkan jenis Brend Inggris. Selang beberapa waktu kemudian dilakukan penyelundupan kedua kali dengan sasaran pendaratan di Lhoknga.
Senjata yang dibawa adalah Brend Inggris 6 buah, cadangan laras senjata 150 pucuk dan amunisi. Penyelundupan yang kedua ini pun dilakukan pada malam hari.
Selain dari pada tugas komersil dan penyelundupan senjata, pesawat yang disumbangkan lewat pengumpulan harta pribadi rakyat Aceh ini juga mengatar Indonesia berhasil menembus blokade tentara pendudukan kolonial.
Seulawah RI-001 ini lah yang juga membawa tokoh-tokoh bangsa ke dunia Internasional untuk membangun dan menjalin hubungan internasional guna menghasilkan pengakuan dan dukungan kepada Republik Indonesia dalam perjuangan menghalanginya kembali kolonialisme.
Seulawah RI-001 kini di parkir di halaman Anjungan Aceh Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sejak 1975. Tak banyak yang tahu bahwa pesawat itu adalah replika (tiruan). Ada tiga replika pesawat seulawah RI-001 yang dibuat.
Satu lagi ditempatkan di Lapangan Blang Padang Banda Aceh sebagai monumuen. Karena jasanya yang dinilai besar bagi cikal bakal berdirinya sebuah maskapai penerbangan komersial di tanah air, TNI AU memprakarsai berdirinya sebuah monumen perjuangan pesawat Dakota RI-001 Seulawah di Banda Aceh.
Pada tanggal 30 Juli 1984, Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani meresmikan monumen yang terletak di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh.
Monumen ini menjadi lambang bahwa sumbangan rakyat Aceh sangatlah besar bagi perjuangan Republik Indonesia di awal berdirinya.
Replika terakhir pesawat RI-001 di letakkan di Museum Ranggon, Myanmar. Pemerintah Myanmar merasa berutang budi kepada Seulawah karena telah ikut menjadi pesawat angkut di negara itu pada 1949. [bna]
Pesawat ini merupakan sumbangan masyarakat Aceh yang sekaligus menjadi cikal bakal penerbangan nasional, Garuda Indonesia Airways.
Pembelian pesawat ini berawal dari kunjungan Presiden Indonesia, Ir. Soekarno ke Aceh pada 16 Juni 1948 hingga 20 Juni 1948. Selama tiga hari, tokoh proklamator Indonesia itu menjumpai para saudagar Aceh yang tergabung dalam Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh atau Gasida.
Selain menjumpai saudagar-saudagar Aceh, Soekarno juga mengharapkan rakyat Aceh membantu perjuangan Indonesia agar diakui dunia secara de facto dan de jure.
Presiden Soekarno berhasil membangkitkan patriotisme rakyat Aceh. Melalui sebuah kepanitiaan yang diketuai Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsji, berhasil dikumpulkan sumbangan dari rakyat Aceh setara dengan 20 kilo gram emas.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001 Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
RI-001 Seulawah pertama kali diregistrasikan di Birma (Myanmar). Saat itu, Pemerintah Birma sedang menghadapi pemberontakan dalam negeri. Selesai mendapat perawatan di Calcutta, India, RI-001 Seulawah diterbangkan menuju Ranggon, Burma.
Pada 26 Januari 1949 pesawat ini langsung mendapat tugas penerbangan sebagai pesawat carteran dan terlibat dalam berbagai misi operasi militer di negara tersebut.
Kegiatan usaha carter pesawat tersebut dilembagakan dan menjadi satu perusahaan penerbangan yang diberi nama Indonesian Airways. Inilah perusahaan penerbangan pertama milik Indonesia yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi Garuda Indonesia Airways.
Selain sebagai pesawat angkut pertama milik Indonesia, Seulawah RI-001 juga sempat menjalani tugas rahasia menyelundupkan senjata, amunisi dan alat komunikasi dari Burma ke Aceh, dengan satu kode melalui pesan radio .pintu rumah Blangkejren sudah selesai tetapi membawa minuman sendiri.. yang diterima pimpinan Seulawah RI-001, Opsir Udara (OU) Wiweko Soepono.
Itu artinya, bahwa senjata sudah siap diangkut dan mendarat di Blang Bintang dengan membawa bensin udara sendiri.
Misi rahasia yang dipimpin Wiweko Soepono ini berhasil sukses. Seulawah mendarat mulus pada malam hari di Blang Padang dengan panduan cahaya obor dan lampu mobil ke landasan.
Peristiwa penting ini terjadi pada 8 Juni 1949. senjata yang diselundupkan jenis Brend Inggris. Selang beberapa waktu kemudian dilakukan penyelundupan kedua kali dengan sasaran pendaratan di Lhoknga.
Senjata yang dibawa adalah Brend Inggris 6 buah, cadangan laras senjata 150 pucuk dan amunisi. Penyelundupan yang kedua ini pun dilakukan pada malam hari.
Selain dari pada tugas komersil dan penyelundupan senjata, pesawat yang disumbangkan lewat pengumpulan harta pribadi rakyat Aceh ini juga mengatar Indonesia berhasil menembus blokade tentara pendudukan kolonial.
Seulawah RI-001 ini lah yang juga membawa tokoh-tokoh bangsa ke dunia Internasional untuk membangun dan menjalin hubungan internasional guna menghasilkan pengakuan dan dukungan kepada Republik Indonesia dalam perjuangan menghalanginya kembali kolonialisme.
Seulawah RI-001 kini di parkir di halaman Anjungan Aceh Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sejak 1975. Tak banyak yang tahu bahwa pesawat itu adalah replika (tiruan). Ada tiga replika pesawat seulawah RI-001 yang dibuat.
Satu lagi ditempatkan di Lapangan Blang Padang Banda Aceh sebagai monumuen. Karena jasanya yang dinilai besar bagi cikal bakal berdirinya sebuah maskapai penerbangan komersial di tanah air, TNI AU memprakarsai berdirinya sebuah monumen perjuangan pesawat Dakota RI-001 Seulawah di Banda Aceh.
Pada tanggal 30 Juli 1984, Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani meresmikan monumen yang terletak di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh.
Monumen ini menjadi lambang bahwa sumbangan rakyat Aceh sangatlah besar bagi perjuangan Republik Indonesia di awal berdirinya.
Replika terakhir pesawat RI-001 di letakkan di Museum Ranggon, Myanmar. Pemerintah Myanmar merasa berutang budi kepada Seulawah karena telah ikut menjadi pesawat angkut di negara itu pada 1949. [bna]